Monday, December 31, 2007
Capoeira, efektif menurunkan lemak
Capoeira. Inilah beladiri kaum budak Afro Brazilia yang mulai dilirik kaum muda di kota-kota besar. Termasuk Indonesia. Gerakannya begitu ekspresif dan kaya kreasi.
Apa manfaatnya bagi kesehatan?
Only the Strong bukan film laga yang tergolong laku di bioskop-bioskop negeri kita. Di Amerika penjualan film produksi Twentieth Century Fox ini juga tidak bagus-bagus amat. Situs Internet Movie Database mencatat, saat diedarkan pada 1993, hanya mampu meraup AS $ 3,2 juta.
Kisahnya tidak rumit. Tentang Louis Stevens (diperankan Mark Dacascos), prajurit baret hijau, yang mudik ke Miami, Florida. Di kampungnya, ia mendapati banyak remaja tanggung terancam bahaya narkoba. Louis bertekat membebaskan dengan mengajari mereka beladiri capoeira.
Usaha Louis tidak sia-sia. Dua puluh remaja paling badung mau mengikuti jejaknya. Namun risikonya, ia harus berhadapan dengan Silverio Alivarez, bandar narkoba yang juga jawara capoeira. Ending-nya, kliselah, sang jagoan - alias Louis - yang menang.
Tak dinyana, aksi aktor Mark Dacascos membuat beberapa remaja Yogyakarta kepincut. Mereka mencoba mencari tahu soal beladiri eksotik asal Brazil itu. Malah pada acara kumpul-kumpul sore, beberapa orang nekat melakukan gerakan-gerakan capoeira.
"Awalnya ngawur, Mas. Cuma lompat sini, lompat sana," aku Yudhi Handoyo (23), Ketua Capoeira Jogja Club (CJC), tanpa malu-malu mengisahkan polahnya.
Ketika itu, bahkan sampai sekarang, Yudhi dan sesama capoeirista (sebutan untuk pemain capoeira) kesulitan mendapatkan pelatih. Namun, tak ada kata patah semangat. Mereka malah berlatih hampir setiap hari di lingkungan Kampus UGM. Bahan-bahan latihan didapat dari internet.
Seluruh gerakan dipelajari dari video yang banyak terdapat di situs-situs tentang capoeira, sambil saling mengoreksi di antara mereka. Beruntung, sekali waktu, ada warga negara asing yang bersimpati dan bersedia membimbing. Saat ini mereka tengah dibimbing Rod Penn, warga Inggris yang bekerja di Semarang.
Hasilnya, menjelang empat tahun berdiri, peminat capoeira di Kota Gudeg itu sudah lebih dari 60 orang. Bahkan kini angkatan pelopor sudah "naik pangkat". Sekali seminggu, mereka diminta membimbing di Jakarta dan Bandung. Peminat di dua kota ini, hampir sebanding dengan Yogya.
"Keinginan terbesar kami, ingin didatangi mestre dan menjadi (cabang) legal capoeira di Indonesia," jelas Yudhi. Mestre atau master adalah tingkat tertinggi dalam capoeira.
"Oh, mestre datanglah, we need you," begitu tulisan bernada memelas yang tercantum di situs web CJC.
Senam lantai & akrobat
*
Bagi orang kebanyakan, nama capoeira masih terasa asing. Meski bisa jadi pernah melihatnya, suatu saat entah di mana.
Seni beladiri ini mendunia dengan bergerilya melalui film-film Hollywood atau permainan video playstation.
Cirinya segera terlihat dari gerakan kuda-kuda yang khas, disebut ginga (dibaca: jinga). Kedua kaki maju bergantian dengan tangan mengayun sebatas dada. Sekilas, gerakannya mirip pogo, tarian penggemar musik ska, yang beken di kalangan anak muda dua-tiga tahun lalu.
Saat memperagakan "jurus-jurus" atau bertarung, gerakan kaki capoeirista tampak lebih dominan. Sering posisi kepala lebih rendah, hingga tubuh bertumpu pada tangan. Banyak pula gerakan yang merupakan variasi dari lompatan atau salto, hingga terlihat seperti perpaduan antara senam lantai dan akrobat.
Dalam pertarungan, gerakan akrobatik digunakan sebagai dasar serangan. Sedang pukulannya bisa dilakukan dengan kepala, tangan, siku, lutut, atau kaki. Pada pertarungan bawah (ground fighting), capoeira dapat memberi tekanan berarti, meski tidak terlalu dapat memberi kuncian.
Tak seperti beladiri lain, capoeira tidak terlalu banyak melakukan gerakan tangan. Tidak pula mengenal senjata dalam pertarungan. Jika ada tongkat atau parang yang digunakan, itu bagian dari tari maculele. Tarian tradisional Brazil yang kadang dimainkan capoerista.
Pertarungan jadi tampak seperti adu akrobatik, capoeira pun jadi layak ditonton sebagai hiburan. Maklum, gerakan dasarnya memang tarian. Pemain begitu bebas berekspresi dan melakukan variasi gerakan. Terasa wajar pula jika kemudian ada yang meragukan keampuhannya dalam pertarungan gaya bebas, bila dibandingkan dengan beladiri dari Asia seperti karate atau taekwondo.
Namun, tak semua orang setuju dengan pendapat itu. Paul Andrew Zellinger Steven (19), instruktur capoeira di Jakarta Selatan justru merasa menemukan kebebasan. "Kita bisa memadukan gerakan apa pun seindah mungkin. Tidak akan cepat bosan, lebih dinamis," kata penyuka berbagai olahraga beladiri itu.
Suasana dinamis semakin terasa saat peragaan pertarungan di roda (hoda), arena berbentuk lingkaran. Selagi bertarung, sesama capoeirista di sekeliling arena akan bernyanyi sambil bertepuk tangan diiringi berimbau, alat musik berbentuk busur berdawai tunggal. Nada-nada khasnya terasa mistis di tengah bunyi alat perkusi lain seperti atabaque (konga), pandero (tamborin), dan agogo (mirip pipa berbentuk "u" vertikal).
Peran musik, terutama berimbau, dalam hoda begitu sentral karena ia menentukan tempo nyanyian, yang juga menentukan pula sifat pertarungan, apakah keras atau bersahabat. Filosofinya, alat dari kayu bariba itu adalah "sentral" capoeira.
Agar komplet, capoeirista juga wajib melahap filosofi capoeira, yang banyak disarikan dari pola gerakan. Ajaran ini juga banyak diserap dari capoeira asli, atau disebut capoeira angola, yang masih hidup berdampingan dengan capoeira regional atau modern. Gerakan, musik, nyanyian, dan filosofi merupakan materi yang harus dikuasai untuk menentukan kenaikan "tingkat".
Minimal 20 tahun
*
Kuatnya rasa persaudaraan di kalangan komunitas Afro Brazilia turut mempengaruhi capoeira.
Wujudnya adalah keterikatan antarsesama dalam satu perguruan atau disebut grupo. Sebuah upaya para pendahulu yang agaknya dilakukan untuk mempertahankan budaya ini sebagai identitas asli bangsa Brazil.
Hanya orang dengan tingkat mestre yang berhak membentuk grupo. Tidak ada data pasti tentang jumlahnya, karena capoeira terus berkembang dalam pelbagai interpretasi masing-masing kelompok. Namun, Amerika Serikat menjadi domisili grupo terbanyak di luar Brazil. Grupo terdekat dengan negeri kita berada di Australia, yang merupakan cabang dari Grupo Bahia.
Grupo menjadi induk ajaran dan sumber dari beraneka peraturan. Termasuk melakukan batizado, ritual kenaikan dari tingkat pemula (beginner) ke tingkat selanjutnya. Grupo pula yang melakukan ujian untuk kenaikan tingkat setelahnya.
Salah satu keunikannya, seseorang akan memperoleh "nama baptis" saat batizado. Tradisi ini berasal dari kebiasaan capoeirista menyamarkan identitas untuk mengecoh petugas keamanan di masa silam. Pemberian nama itu hak "prerogatif" sang mestre.
"Sumbernya bisa dari apa saja. Tingkah laku, kebiasaan, atau ciri fisik yang bersangkutan," terang Andrew yang mengaku mempunyai nama Ratinho (baca: hacinyu), artinya bayi tikus. Menurut dia, seorang mestre yang memberi nama itu melihat berdasarkan tingkah laku dan rambutnya.
Berbeda dengan beladiri lain, capoeira tak mengenal sistem "sabuk". Tingkatan yang diterapkan hanya untuk memudahkan pengajaran. Misalnya pada Grupo Bahia, salah satu grupo terbesar dengan ribuan anggota di dunia, menerapkan sistem 16 tingkat mulai dari pemula hingga mestre. Setiap tingkat dibedakan dengan tali di pinggang yang mengambil unsur warna bendera Brazil: hijau dan kuning.
Kemiripan dari semua grupo adalah dalam soal waktu belajar. Semakin tinggi tingkatnya, semakin lama proses belajarnya. Tingkat pemula memang cukup belajar enam bulan. Begitu ke tingkat berikutnya, masa belajarnya bertambah setengah hingga dua tahun. Untuk sampai tingkat mestre perlu minimal 20 tahun.
"Capoeira ini sebuah way of life. Bisa dikatakan, belajar capoeira tidak ada selesainya," jelas Yudhi berfilosofi.
Sampai luwes
*
Seperti olahraga dengan aktivitas fisik lain, capoeira juga menawarkan kebugaran bagi peminatnya.
Apalagi pada tahap awal latihan, banyak dilakukan gerakan aerobik, yaitu saat melakukan ginga. "Tarian" dasar ini wajib dikuasai sampai benar-benar luwes, selama kurang lebih enam bulan.
Pada tahap awal, CJC sudah memperkenalkan beberapa gerakan dasar, agar latihan terasa bervariasi. Seperti bencao (tendangan ke bawah), armada (tendangan berputar rendah), quexiada (tendangan berputar tinggi), serta esquiva (gerakan menghindar).
Andrew bertutur, seorang pemula juga belajar gerakan dasar seperti berdiri dengan tangan (handstand), berputar ke samping (cart-wheel), kemudian posisi kayang dan salto. "Ini posisi dasar, agar bisa melakukan gerakan selanjutnya. Kalau dasarnya sudah tidak benar, selanjutnya susah," jelasnya.
Risiko cidera tentu ada. Terutama pada otot-otot tangan, sekitar pinggang dan kaki. Biasa terjadi karena capoeirista kurang pemanasan atau nekat melakukan gerakan tertentu yang belum dikuasai benar.
Kekuatan tangan juga menentukan. "Kekuatan tangan perempuan berbeda dengan laki-laki saat menahan beban. Akibatnya, (perempuan) bisa lebih lama waktu mempelajari suatu gerakan," kata Yudhi. Latihan bertahap dan berulang, katanya, perlu dilakukan agar orang tahu cara melakukan yang tepat bagi dirinya.
Yang menarik, berdasar pengamatan para instruktur, kelebihan beladiri ini efektif untuk memangkas lemak tubuh. Kemungkinan penyebabnya, gerakan-gerakan dalam capoeira banyak mengandung unsur goyang samba, yang selama ini banyak dicomot untuk senam pelangsingan tubuh.
"Penurunannya hampir sepuluh kilo dalam waktu dua bulan," kata Andrew berpromosi.
Bisa jadi pengamatan itu tidak salah. Namun, penurunan bobot badan juga harus memperhatikan dampak bagi kondisi tubuh pada umumnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment